Kilas Balik 2016 : Sebuah Refleksi Dipenghujung Tahun
- Reina Ayulia
- Dec 30, 2016
- 3 min read

Menutup tahun 2016, Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (PPBB) kembali mengadakan pertemuan bulanan pada tanggal 28 Desember bertempat di Gedung Indonesia Menggugat yang bertajuk Kilas Balik 2016. Pertemuan yang berlangsung selama dua jam tersebut, membahas mengenai refleksi terhadap pelestarian Cagar Budaya di Kota Bandung , isu – isu pelestarian dan kegiatan yang dilakukan PPBB selama satu tahun terakhir. Selain itu juga menyampaikan upaya-upaya yang dapat dilakukan bersama-sama untuk dapat menjaga nilai-nilai yang berharga di Kota Bandung.
Upaya pelestarian warisan budaya di Kota Bandung, dalam kacamata PPBB belum menunjukkan suatu kemajuan yang signifikan. Masih banyak dijumpai pengrusakan terhadap bangunan maupun kawasan Cagar Budaya. Selain itu maraknya pembangunan di Kota Bandung tidak sedikit yang tidak mengindahkan tentang perda Cagar Budaya. Hal tersebut berdampak terhadap menurunnya kualitas ruang kota dan daya dukung lingkungan di Kota Bandung.
Penurunan kualitas ruang kota dan daya lingkungan tersebut juga dipicu oleh diterapkannya perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Menurut pandangan PPBB perda tersebut tidak memiliki keberpihakan dan hanya menjadi legitimasi terhadap pelanggaran yang banyak terjadi di kawasan Cagar Budaya. Sebagai contoh di kawasan Jalan L.L.R.E Martadinata yang semula merupakan kawasan hunian, sekarang berubah menjadi kawasan jasa dan perdagangan. Ditemukan juga dalam perda tersebut perubahan alun-alun menjadi Sarana Pelayanan Umum (bidang olah raga) dan di kawasan tersebut tepatnya di sisi timur Alun-alun ditetapkan sebagai lokasi dengan fungsi jasa dan perdagangan yang memiliki Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum 5,6 dengan KDB 70% (dengan kata lain diperbolehkan membangun delapan lantai).
Hal ini tentu saja menjadi fokus utama PPBB dalam satu tahun terakhir ini, yaitu mengupayakan agar tidak banyak lagi produk hukum yang tidak berpihak terhadap upaya pelestarian Cagar Budaya. Seperti yang disampaikan oleh Ketua PPBB, Aji Bimarsono bahwa sejauh ini PPBB berperan aktif untuk memberikan masukan dalam proses revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung, revisi Perda Cagar Budaya Kota Bandung dan pembuatan Panduan Rancang Kota PPK Alun-alun.
Terkait dengan hal di atas Tim Cagar Budaya (TCB) Kota Bandung sangat menyoroti mengenai perubahan fungsi alun-alun yang tercantum dalam perda RDTR. Disampaikan oleh Ketua TCB, Harastuti, bahwa saat ini di kawasan Alun-alun sedang ada pihak pengembang properti yang mengajukan rekomendasi untuk pembangunan gedung di lahan ex Palaguna. Hal yang memberatkan TCB untuk memberikan rekomendasi ialah karena rancangan gedung tersebut tidak sesuai dengan prinsip pelestarian Cagar Budaya di kawasan Pusat Kota.
Perlu dipahami bahwa Alun-alun merupakan ruang terbuka hijau yang memiliki makna filosofis dan sejarah yang sangat bernilai sebagai cikal bakal lahirnya Kota Bandung. Seperti yang disampaikan juga oleh Aat Soeratin, seorang budayawan, bahwa Alun-alun merupakan ‘Patali Marga’ yaitu ruang pertemuan dan kultural warga Kota Bandung, hanya di Alun-alunlah kita dapat melihat bagaimana segala macam fungsi sosial bertemu dari unsur pemerintah (Pendopo di sisi selatan), unsur keagamaan (mesjid di sisi barat), unsur ekonomi ( pusat perbelanjaan dan bank di sekitar alun-alun) dan yang menjadi titik pertemuan seluruh unsur tersebut adalah Alun-alun. Untuk itu menjadi penting dalam menjaga skala ruang manusia di kawasan Alun-alun agar makna vital Alun-alun tersebut tidak terkaburkan oleh pembangunan yang tidak mengindahkan nilai kesejarahan dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Isu mengenai perubahan fungsi Alun-alun tersebut berkembang lebih luas dan hingga menyoroti berbagai rencana pembangunan yang akan dilakukan di Pusat Kota Bandung khususnya di kawasan Bandung lama. Hal tersebut tentu saja menarik antusiasme para peserta pertemuan tersebut untuk memberikan pandangan dan masukannya. Menurut Asep Warlan selaku pakar Hukum Tata Negara, “...kita tidak anti terhadap pembangunan, akan tetapi ada nilai berharga dalam suatu kota yang perlu untuk dipertahankan dan itu yang harus lebih diutamakan dalam pembangunan!”. Beliaupun menyampaikan juga bahwa meskipun banyak produk hukum yang tidak berpihak terhadap Cagar Budaya, tetapi kita selaku masyarakat kota memiliki kekuatan yang sangat besar dalam menentukan hal apa saja yang dapat terjadi di Kota Bandung. Karena menjadi cacat hukum apabila suatu pembangunan tidak melibatkan peran serta masyarakat atau dengan kata lain apabila masyarakat tidak menyetujui adanya pembangunan maka rencana pembangunan dapat dibatalkan.
Di akhir tahun 2016 ternyata masih banyak menyisakan berbagai persoalan yang perlu menjadi perhatian bersama. Dengan adanya pertemuan ini tentu saja menjadi semangat baru untuk seluruh lapisan masyarakat bersatu menyuarakan tentang pentingnya menjaga warisan budaya Kota Bandung yang sangat berharga dan tidak dapat tergantikan.
Comments