top of page
Search

Alun-alun Bandung akan kedatangan Raksasa Baru

  • Reina Ayulia
  • Jan 12, 2017
  • 3 min read


Awal tahun 2017 ini, warga Kota Bandung mendapat berita yang cukup menggelisahkan berkenaan dengan rencana penataan ruang di kawasan Alun-alun. Kabarnya kawasan cagar budaya Alun-alun, yang merupakan cikal bakal dan ruh Kota Bandung, akan kedatangan satu raksasa baru yang rencananya akan menempati lahan kosong di sisi Timur Alun-alun yang sebelumnya berdiri Gedung Palaguna. Kabar ini tentunya menjadi kegelisahan kami sehingga Bandung Heritage dan Tim Cagar Budaya (TCB) serta Galeri Soemardja merasa perlu mengadakan sebuah diskusi publik yang khusus membahas masalah ini. Diskusi akhirnya terlaksana dalam Forum Diskusi Pelestarian pada hari Rabu, 11 Januari 2017 bertempat di Galeri Soemardja, FSRD ITB.


Dalam diskusi yang dihadiri sekitar 70 peserta, berbagai pendapat diutarakan dan semua sepakat untuk menolak rencana pembangunan ini mengingat dampak yang akan ditimbulkan menyangkut faktor ekologi, sosial, budaya, ekonomi masyarakat dan skala ruang yang cenderung akan merusak.


Berkesempatan hadir dalam diskusi ini, Direktur Jendral Kebudayaan, Hilmar Farid, yang juga turut menyumbangkan pendapatnya. Menurutnya sangat disayangkan apabila suatu kawasan cagar budaya harus dirusak oleh kepentingan ekonomi yang tidak berlandaskan pada budaya dan kepentingan ekonomi kreatif masyarakat. Banyak kasus di Jakarta, dimana bangunan-bangunan tinggi pencakar langit yang sudah diiklankan besar-besaran sekalipun pada akhirnya tutup karena tidak dapat mencapai target ekonomi, bahkan jauh meleset dari perkiraan. Jika kemudian di Bandung akan dibangun sebuah bangunan dengan konsep mixed use (dalam kasus ini rumah sakit, apartemen, pusat perbelanjaan dan hotel), siapa yang dapat menjamin bahwa proyek tersebut dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat?


Nada yang sama diungkapkan oleh Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jabar, yang menyatakan keberatannya terhadap rencana tersebut. Menurutnya lahan ex Palaguna tersebut merupakan lahan negara yang menjadi aset publik dan tercatat dalam aset Pemerintah Provinsi Jabar. Karena merupakan aset publik, sudah sepatutnya tidak untuk dikomersialisasikan ataupun diprivatisasi demi kepentingan yang sama sekali tidak berpihak pada kepentingan dan keuntungan masyarakat secara umum. Apalagi jika mengingat Kota Bandung yang masih krisis akan tersedianya Ruang Terbuka Hijau (RTH), pembangunan masif semacam itu sudah pasti akan mengancam kualitas lingkungan di sekitarnya.


Isu pembangunan di kawasan Alun-alun semakin memanas saat Ardianto, anggota Pusat Studi Urban Desain (PSUD), menyampaikan presentasinya mengenai rencana pembangunan infrastruktur tranportasi baru, berbasis Light Rail Transit (LRT) dan Cable Car. Rencana tersebut memang masih dalam tahap kajian, namun melalui ilustrasi yang dibuat oleh tim PSUD sudah dapat diperkirakan bahwa apabila rencana tersebut diwujudkan, ruang kota yang ada di dalam kawasan Alun-alun akan mengalami penurunan kualitas dan merusak karakteristik kawasan. Keberadaan moda transportasi semacam itu sangat tidak direkomendasikan untuk dapat diberlakukan di kawasan Alun-alun.


Dari perspektif kebudayaan, Alun-alun memiliki fungsi yang sangat vital, yaitu sebagai “Patali Marga”, tempat bertautannya warga, ruang budaya, tempat warganya merubah tradisi dan membangun peradaban. Hal ini disampaikan oleh budayawan Aat Soeratin, menurutnya Alun-alun merupakan sebuah tempat yang memiliki nilai filosofis dan sebuah warisan kearifan dari para leluhur kita. Hanya di kawasan alun-alun kita bisa melihat berbagai fungsi bangunan dapat berkumpul, tidak ada batas antara bangunan pemerintahan, peribadatan, perekonomian dan sosial. Barangkali hal itulah yang ingin disampaikan para leluhur kita agar kita sebagai penerusnya dapat membangun suatu peradaban dengan penuh rasa toleransi serta kehidupan yang damai satu sama lain. Meskipun kita harus akui bahwa nilai sakral Alun-alun sudah hilang semenjak Alun-alun dijadikan halaman mesjid yang memiliki dua menara besar di kanan kirinya.


Rencana-rencana pembangunan di kawasan Alun-alun tentunya akan selalu mendapat perhatian khusus dari masyarakat Kota Bandung, terutama bagi para penggiat cagar budaya. Selain upaya mempertahankan kawasan Alun-alun sebagai ruang budaya, diperlukan pula pemikiran-pemikiran baru dalam hal pengembangan dan pemanfaatan kawasan Alun-alun di masa yang akan datang. Tentu kita berharap pengembangan dan pemanfaatan di kawasan Alun-alun dan Kota Bandung secara umum memiliki visi pembangunan yang berakar pada budaya dan lokalitas.



 
 
 

Comments


  Agenda   

 

  Artikel terbaru  
bottom of page